Fenomena iklan digital yang begitu relevan hingga terasa seperti membaca pikiran pengguna kini bukan lagi sekadar kebetulan. Menurut Twilio, lonjakan akurasi ini adalah buah dari semakin masifnya adopsi kecerdasan buatan (AI) oleh berbagai bisnis di Indonesia untuk menghadirkan interaksi pelanggan yang jauh lebih personal dan tepat sasaran.
Praktik ini dikenal luas sebagai personalized advertising atau iklan yang dipersonalisasi. Pendekatan ini secara fundamental berfokus pada pemahaman dan penargetan karakteristik, minat, serta preferensi spesifik setiap konsumen. Data yang menjadi landasan personalisasi ini diperoleh melalui pelacakan cermat aktivitas pengguna saat mereka menjelajahi dunia maya.
Penemuan kunci Twilio dalam laporan terbarunya, State of Customer Engagement Report (SOCER) 2025, memperkuat tren ini. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa 90% perusahaan di Indonesia yang telah mengintegrasikan AI berhasil mencatat peningkatan signifikan dalam operasi mereka yang berkaitan langsung dengan pelanggan. Angka ini menegaskan efektivitas AI dalam transformasi pengalaman pelanggan.
Menyoroti potensi pasar, Irfan Ismail, Regional Vice President, South Asia & APAC, ISV Sales di Twilio, dalam Media Briefing di Jakarta, Rabu (18/6), menyatakan, “Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dan kami melihat bahwa perusahaan-perusahaan di sini bergerak cepat mengadopsi AI.” Pernyataan ini menggarisbawahi posisi strategis Indonesia dalam revolusi AI dan personalisasi.
Baca juga:
- KLH Ungkap Pelanggaran Lingkungan di Kawasan PT IMIP, Terancam Sanksi Berat?
- Zarof Ricar Divonis 16 Tahun Bui, Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
- PLN Cetak Laba Rp 17,76 Triliun pada 2024, Turun 19,53%
Irfan lebih lanjut menekankan bahwa tujuan utama dari iklan yang dipersonalisasi adalah untuk mendorong pelanggan agar segera mengambil keputusan pembelian terhadap suatu merek. Dengan data akurat yang dikumpulkan oleh sistem AI, penawaran yang disampaikan dapat disesuaikan secara presisi, menjadikannya sangat relevan dengan minat dan kebutuhan spesifik pengguna.
Namun, relevansi saja tidak cukup. “Jika penawaran datang terlambat, pelanggan sudah berpindah ke brand lain. Personal saja tidak cukup, interaksinya juga harus real-time,” tegas Irfan. Aspek real-time ini krusial untuk memastikan dampak maksimal.
Krusialnya interaksi real-time ini didukung oleh data Twilio yang menunjukkan bahwa 76% pelanggan Indonesia menyatakan kesediaannya untuk membeli produk atau layanan jika penawaran yang mereka terima bersifat personal sekaligus dikirimkan tepat waktu secara real-time.
Menariknya, personalisasi berbasis AI tidak hanya berperan sebagai alat promosi instan, tetapi juga menjadi fondasi kuat untuk membangun dan meningkatkan loyalitas pelanggan jangka panjang. Hal ini tercermin dari 68% pelanggan Indonesia yang menyatakan siap mengeluarkan lebih banyak uang jika interaksi mereka dengan brand terasa personal dan relevan.
Tidak mengherankan, 90% bisnis di Indonesia yang mengimplementasikan personalisasi berbasis AI melaporkan adanya peningkatan belanja pelanggan yang signifikan. Lebih dari itu, mereka juga mencatat skor kepuasan pelanggan (C-SAT) yang lebih tinggi, secara tegas membantah anggapan keliru bahwa penggunaan AI justru dapat menurunkan kualitas layanan atau interaksi manusiawi.
Secara spesifik, mayoritas perusahaan di Indonesia kini memanfaatkan AI untuk otomatisasi jawaban atas pertanyaan pelanggan serta untuk menggali pemahaman yang lebih mendalam mengenai kebutuhan dan preferensi unik mereka. Ini memungkinkan layanan yang lebih responsif dan relevan.
Irfan Ismail menyimpulkan dengan pandangan visioner: “AI yang digunakan secara bijak, tepat waktu, dan transparan akan jadi alat paling efektif untuk memenangkan pasar.” Pesan ini menegaskan bahwa masa depan bisnis di Indonesia akan sangat ditentukan oleh sejauh mana mereka mampu mengintegrasikan kecerdasan buatan dengan strategi interaksi pelanggan yang cerdas dan etis.